BAB I
PENDAHULUAN
A.
LATAR BELAKANG
Islam menetapkan bentuk-bentuk hukuman
untuk suatu tindak kejahatan atau jinayah beradasarkan apa yang ditetapkan
sendiri oleh Allah dalam wahyu-Nya dan penjelasan yang diberikan Nabi dalam
haditsnya. Allah mengetahui dan Maha adil. Oleh karena itu, apapun bentuk
sanksi hukuman yang ditetapkan Allah atas suatu kejahatan berdasarkan keadilan
illahi yang bersifat universal. Adalah kewajiban umat Islam untuk memahami,
mematuhi dan menjalankannya.[1]
Pada pembahasan kali ini, penulis hanya
membahas mengenai hal Tindak Pidana Zina serta konsekuensi hukum terhadap zina
tersebut. Sebagaimana yang kita ketahui, bahwa zina digolongkan pada jinayah
hudud. Yang dimaksud dengan hudud adalah kejahatan/jinayah yang sanksi
hukumannya ditetapkan sendiri secara pasti oleh Allah dan/atau Nabi. Yang
termasuk dalam kelompok ini adalah pencurian, perampokan, perzinaan, tuduhan
zina tanpa bukti, minum-minuman keras, makar/pemberontakan dan murtad.
Islam begitu serius dalam menghadapi
persoalan zina tersebut dan menepatkannya sebagai masalah sosial yang
kejahatannya merusak tatanan sosial . pelakunya dinyatakan melakukan kejahatan
terhadap umum atau public dan oleh karena itu, dituntut oleh penuntut umum yang
mewakili masyarakat. Allah membuat aturan terhadap hambanya tentu dengan
kemaslahatan yang cukup besar, apabila dikaitkan dengan bahaya zina terhadap
pelakunya, maka sangat banyak akibat negative yang ditimbulkan oleh zina, namun
tidak ada satupun dampak positifnya. Beberapa penyakit yang ditimbulkan akibat
perbuatan zina, yaitu: AIDS, syphilis (raja singa), penyakit saluran alat vital
(penyakit kelamin), dan chancroid/koci lembik.
Jika dilihat dari hukum nasional, maka
tindak pidana zina terdapat dalam pasal-pasal yang telah dirangkum dalam sebuah
Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP). Namun, pada BAB XIV KUHP tindak pidana
zina digolongkan kepada Tindak Pidana Kesusilaan, yang pada dasarnya dirumuskan
sebagai tindak pidana yang berhubungan dengan perilaku seksual.
B.
RUMUSAN MASALAH
1.
Apa yang dimaksud
dengan tindak pidana zina ?
2.
Bagaimana
pembuktian terhadap tindak pidana zina ?
3.
Bagaimana
hukuman/sanksi yang dikenakan terhadap tindak pidana zina ?
C.
TUJUAN PENULISAN
1.
Untuk mengetahui
apa yang dimaksud dengan tindak pidana zina.
2.
Untuk mengetahui
cara pembuktinan terhadap tindak pidana zina.
3.
Untuk mengetahui
hukuman/sanksi yang dikenakan terhadap tindak pidana zina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
PENGERTIAN TINDAK PIDANA ZINA
Secara harfiyah, zina berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina
dalam pengertian istilah adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan
seorang perempuan yang satu sama lain tidak terikat hubungan perkawinan.[2]
Oleh karenanya penyaluran nafsu syahwat (tindakan zina) diluar perkawinan tidak
sesuai dengan cara yang ditentukan Islam dan oleh karena itu, perzinaan
dilarang secara tegas dank eras oleh Islam. Ketegasan larangan ini terlihat
dalam firman Allah dalam surat Al-Isra’ ayat 32:[3]
سَبِيلًا وَسَآءَ فَٰحِشَةً كَانَ إِنَّهُۥ ۖ ٱلزِّنَىٰٓتَقْرَبُوا۟ وَلَا
Artinya:
“Janganlah kamu mendekati zina, karena ia adalah perbuatan kejidan cara yang
paling buruk”.
Berdasarkan larangan yang bersifat tegas
di atas maka tindakan zina (penyaluran syahwat di luar ikatan pernikahan)
hukumnya adalah haram. Alasan Allah melarang perbuatan zina adalah karena
perbuatan tersebut yang keji, maka untuk menyikapi hal tersebut, Allah telah
menyiapkan carayang jauh lebih baik yaitu perkawinan/pernikahan.
Dasar hukum diharamkannya zina telah
dijabarkan di atas, yang terdapat pada surat Al-Isra’ ayat 32. Di samping itu,
dasar hukum perbuatan zina juga tercantum dalam beberapa hadits yang
berdasarkan bahwa setiap manusia, baik laki-laki maupun perempuan mempunyai
kecenderungan untuk berbuat zina. Di bawah ini merupakan salah satu hadits yang
menjelaskan tentang zina:
Diriwayatkan
dari Abu Hurairah ra.Bahwasannya : Nabi SAW bersabda Allah SWT telah menentukan
bahwa anak Adam cenderung terhadap perbuatan zina.Keinginan tersebut tidak
dapat dielakkan,yaitu melakukan zina mata dalam bentuk pandangan,zina mulut
dalam bentuk penuturan,zina perasaan melalui cita-cita dan keinginan mendapatkannya.Namun,kemaluanlah
yang menentukan dalam berbuat zina atau tidak.[4]
Dalam
produk hukum nasional, konsep perzinahan diatur dalam Pasal 284 KHUP, yang
dengan jelas merumuskan bahwa hubungan seksual di luar pernikahan hanya
merupakan suatu kejahatan apabila pelaku atau salah satu pelakunya adalah orang
yang telah terikat dalam perkawinan dengan orang lain. Hubungan seksual di luar
perkawinan, antara 2 orang yang sama-sama lajang, sama sekali bukan merupakan
tindak pidana perzinaan.[5]
Hal ini tentu cukup bertentang dengan syari’at yang telah ditetapkan oleh
Allah.
B.
PEMBUKTIAN TINDAK PIDANA ZINA
Ancaman hukuman/sanksi terhadap
perbuatan zina baru dapat dilakukan apabila memang perzinaan tersebut telah
terjadi dengan adanya bukti-bukti yang meyakinkan dan diyakini pula bahwa dalam
hubungan kelamin tidak terdapat unsru-unsur kesamaran yang disebut dengan syubhat.[6] Maksudnya adalah,
ketika hubungan kelamin terjadi secara tidak sengaja, seperti perkosaan. Dalam
hal ini terdapat unsure paksaan dalam terjadinya hubungan kemalin tersebut,
sehingga perbuatan ini tidak disebut dengan perzinaan.
Adapun pembuktian telah terjadinya
perbuatan zina itu berlaku dengan cara-cara sebagai berikut:[7]
a.
Kesasksian empat
orang saksi laki-laki muslim yang adil dan dapat dipercaya, keempatnya secara
meyakinkan melihat langsung hubungan kelamin itu secara bersamaan. Bila tidak
terpenuhi criteria tersebut maka tidak sah kesaksian tersebut. Hal ini
termaktub dalam firman Allah surah An-Nur ayat 4:
هُمُ
وَأُو۟لَٰٓئِكَ أَبَدًا شَهَٰدَةً لَهُمْ تَقْبَلُوا۟وَلَا جَلْدَةً ثَمَٰنِينَ هُمْولِدُفَٱجْشُهَدَآءَ
بِأَرْبَعَةِ يَأْتُوا۟لَمْ ثُمَّ ٱلْمُحْصَنَٰتِ يَرْمُونَ وَٱلَّذِينَ ۚٱلْفَٰسِقُون
Artinya: ”Orang-orang yang menuduh perempuan baik-baik (melakukan perbuatan zina)
dan tidak dapat mendatangkan empat
orang saksi deralah mereka 80 kali”.
Ketentuan
hukum ini disyari’atkan Allah dengan tujuan untuk membersihkan masyarakat dari
kerusakan dan kekacauan, campur baurnya nasab, dekadensi moral, serta menjaga
umat dari unsure-unsur yang membawa kepada hidup serba boleh dan kerusakan yang
menyebabkan hilangnya keturunan dan lenyapnya harta benda dan kehormatan.[8]
b.
Pengakuan yang
dilakukan oleh pasangan yang melakuan perzinaan, secara jelas dan
bersungguh-sungguh dari orang-orang yang pengakuannya dapat dipercaya, seperti
telah dewasa dan berakal sehat.
c.
Qarinah atau
tanda dan isyarat yang meyakinkan seperti kehamilan janin seseorang perempuan
yang tidak terikat dalam perkawinan.
d.
Li’an; yaitu
sumpah suami yang menuduh istrinya berzina dan tidak mampu mendatangkan empat
orang saksi, sebanyak empat kali dan kelima ucapannya bahwa laknat Allah akan
menimpanya bila ia tidak benar dalam tuduhannya; kemudian sumpah li’an si suami
itu tidak ditolak oleh istri dengan li’an dalik. Hal ini menjadi bukti bahwa
perzinaan itu emang telah terjadi.
Pembuktian terjadinya zina dilakukan di depan hakim
yang diajukan oleh penuntut umumyang mewakili masyarakat yang tercemar.
C.
HUKUMAN/SANKSI TERHADAP TINDAK PIDANA ZINA
Hukuman/sanksi bagi pelaku zina dapat diuraikan
sebagai berikut:[9]
1.
Sanksi hukum
bagi wanita dan/atau laki-laki yang berstatus pemudi dan/atau pemuda adalah
hukuman cambuk 100 kali. Sebagaimana yang termaktub dalam surah An-Nur ayat- 2.
تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن ٱللَّهِ دِينِ فِى رَأْفَةٌ بِهِمَا
تَأْخُذْكُم وَلَا ۖجَلْدَةٍ مِا۟ئَةَ مَامِّنْهُ وَٰحِدٍ كُلَّ فَٱجْلِدُوا۟وَٱلزَّانِى
ٱلزَّانِيَةُ .ٱلْمُؤْمِنِينَ
مِّنَ طَآئِفَةٌ عَذَابَهُمَوَلْيَشْهَدْ ۖٱلْءَاخِرِ وَٱلْيَوْمِ ٱللَّهِابِ
Artinya: “Pezina perempuan dan pezina laki-laki deralah masing-masingnya 100 kali
dan janganlah kamu ambil kasihan dalam menegakkan agama Allah jika kamu beriman
kepada Allah dan hari akhir; dan hendaklah pelaksanaan hukumannya
dipersaksiskan segolongan dari orang-orang beriman”.
2.
Dalam pelaksanaa
cambuk tidak ada belas kasihan kepada pelaku zina serta eksekusinya disaksikan
oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
3.
Pelaksanaan
hukuman cambuk bagi pezina pada poin 1 di atas, tidak boleh ada belas kasihan
kepada keduanya yang mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah jika kamu
beriman kepada Allah dan hari akhir.
4.
Sanksi hukum
bagi wanita dan/atau laki-laki yang berstatus janda dan/atau duda adalah
hukuman rajam (ditanam sampai leher kemudian dilempari batu sampai meninggal).
Dalam pelaksanaan hukuman rajam tidak ada belaskasihan kepada pelaku zina serta
eksekusinya disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman.
Berdasarkan sanksi hukum di atas dapat disimpukan
bahwa syari’at Islam tidak membedakan setiap orang, apakah ia seorang raja atau
putra raja dan/atau hamba sahaya, kaya atau miskin, hitam atau putih.[10] Oleh
karena itu, apabila seseorang telah terbukti melakukan perbuatan zina, maka
akan dijatuhkan hukuman/sanksi seperti yang telah dijabarkan diatas.
BAB III
PENUTUP
A.
KESIMPULAN
ü Secara harfiyah, zina berarti fahisyah, yaitu perbuatan keji. Zina dalam pengertian istilah
adalah hubungan kelamin antara seorang lelaki dengan seorang perempuan yang
satu sama lain tidak terikat hubungan perkawinan.
ü Adapun pembuktian telah terjadinya perbuatan zina
itu berlaku dengan cara-cara sebagai berikut: (a) Kesasksian empat orang saksi
laki-laki muslim yang adil dan dapat dipercaya, keempatnya secara meyakinkan
melihat langsung hubungan kelamin itu secara bersamaan, (b) Pengakuan yang
dilakukan oleh pasangan yang melakuan perzinaan, secara jelas dan
bersungguh-sungguh dari orang-orang yang pengakuannya dapat dipercaya, seperti
telah dewasa dan berakal sehat,(c) Qarinah
atau tanda dan isyarat yang meyakinkan seperti kehamilan janin seseorang
perempuan yang tidak terikat dalam perkawinan. (d) Li’an; yaitu sumpah suami
yang menuduh istrinya berzina.
ü Hukuman/sanksi bagi pelaku zina dapat diuraikan sebagai
berikut: (a) Sanksi hukum bagi wanita dan/atau laki-laki yang berstatus pemudi
dan/atau pemuda adalah hukuman cambuk 100 kali.(b) Dalam pelaksanaa cambuk
tidak ada belas kasihan kepada pelaku zina serta eksekusinya disaksikan oleh
sekumpulan dari orang-orang yang beriman. (c) Pelaksanaan hukuman cambuk bagi
pezina pada poin 1 di atas, tidak boleh ada belas kasihan kepada keduanya yang
mencegah kamu untuk menjalankan hukum Allah jika kamu beriman kepada Allah dan
hari akhir.(d) Sanksi hukum bagi wanita dan/atau laki-laki yang berstatus janda
dan/atau duda adalah hukuman rajam (ditanam sampai leher kemudian dilempari
batu sampai meninggal).
B.
SARAN
Penulis menyadari sepenuhnya bahwa
makalah ini sangatlah jauh dari kata sempurna, untuk itu penulis sangat
mengarapkan kritik/saran yang membangung dari pembaca. Terimakasih.
DAFTAR
PUSTAKA
Ali, Zainuddin, Hukum
Pidana Islam, Jakarta: Sinar Grafika, 2007.
Ja’faar, Syeikh Yasir, Kemaksiatan Penghancur Rumah Tangga, Jakarta: Pustaka Al-Kautsar, 2007.
Suma, Muhammad Amin, Pidana Islam di Indonesia, Pejaten Barat: Pustaka Firdaus, 2001.
Syarifuddin, Amir, Garis-Garis Besar Fiqh, Jakarta: Kenacana, 2010.
[1] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 256.
[2] Zainuddin Ali, Hukum
Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 37.
[3] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta: Kencana, 2010), hal. 274.
[4] Zainuddin Ali, Hukum
Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal 40.
[5] Muhammad Amin Suma, dkk, Pidana Islam di Indonesia, (Pejaten Barat: Pustaka Firdaus, 2001),
hal. 183.
[6] Amir Syarifuddin, Garis-garis Besar Fiqh ,(Jakarta:kencana,2010), hal. 276.
[7] Ibid., hal.
278.
[8] Syaikh Yasir Ja’far, Kemaksiatan Pengahncur Rumah Tangga, (Jakarta: Pustaka Al-Kautsar,
2007), hal. 19-20.
[9] Zainuddin Ali, Hukum
Pidana Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2007), hal. 50.
[10] Ibid., hal. 50.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar