Minggu, 04 Oktober 2015

Makalah Ashabah Pada Fiqh Mawaris



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Waris dalam bahasa Indonesia disebut juga dengan pusaka. Maksudnya adalah harta, benda dan hak yang ditinggalkan oleh orang yang mati (meninggal) untuk dibagikan kepada yang berhak menerimanya. Dalam hal ini, orang yang meninggalkan harta bendanya disebut sebagai pewaris, sedangkan orang yang menerima harta tersebut disebut dengan ahli waris.
Pembagian waris ini lazim disebut faraidh, artinya menurut syara’ ialah pembagian harta pusaka/warisan kepada beberapa orang ahli waris seperti yang tercantum dalam Al-Qur’an, Sunnah, Ijma’ dan Qias. Ketentuan bagian-bagian yang harus diterima oleh pewaris telah diatur oleh Allah SWT, begitu juga halnya dengan orang-orang yang berhak menerima warisan. Bagian-bagian yang diterima oleh pewaris yang telah ditetapkan oleh Al-Quran yaitu: ½ (setengah), ¼ (seperempat), 1/8 (seperdelapan), 1/3 (sepertiga), 2/3 (duapertiga) dan 1/6 (seperenam). Orang-orang yang berhak menerima warisan dikelompokkan ke dalam tiga kelompok, yaitu: ashabul furudh, ashobah dan dzawil arham.
Pada pembahasan ini, penulis hanya membahas tentang ashabah, yaitu orang orang-orang yang mendapatkan sisa dari harta peninggalan simayit setelah ashabul furudh mengambil harta bagian-bagian yang telah ditentukan bagi ashabul furudh tersebut dan pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu enam macam pembagian warisan sebagaimana yang dijabarkan di atas.
                                                                                                Tapaktuan, Mei 2015
                                                                                                            Penulis
B.     Rumusan Masalah                                                                                       
Berdasarkan latar belakang di atas, permasalahan yang akan dibahas mencakup:
1.      Apakah yang dimaksud dengan ashabah ?
2.      Bagaiamana susunan ahli waris ashabah ?
3.      Bagaimana pembagian ahli waris ashabah ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui pengertian ashabah.
2.      Untuk mengetahui susunan ahli waris ashabah.
3.      Untuk mengetahui pembagian ahli waris ashabah.

BAB II
PEMBAHASAN
A.    Pengertian Ashabah
Ashabah adalah orang-orang yang mendapatkan sisa harta dari peninggalan simayit setelah ashabul furud bagian-bagian yang telah ditentukan bagi mereka dan pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu dari enam macam pembagian harta warisan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran.  Singkatnya, yang dimaksud dengan ashabah adalah keluarga laki-laki yang dekat dari pihak ayah. Apabila tidak ada sisa harta dalam setelah ashabul furudh menerima bagiannya maka ashabah tidak mendapatkan apa-apa.
Ahli waris ashabah ini harus menunggu sisa pembagian dari ahli waris yang telah ditentukan bagiannya, dan keistimewaaan ashabah  ini ia dapat menghabiskan seluruh sisa harta simayit, apabila ahli waris yang ditentukan bagiannya sudah mengambil apa yang menjadi hak-nya.[1]
Adapun bagian yang akan diperoleh oleh ahli waris ashobah dapat terjadi sebagai berikut:
1.      Mendapat seluruh harta warisan si mayit, dengan syarat si mayit hanya meninggalkan ahli waris dia sendiri.
2.      Berbagi sama di antara para ashobah, apabila si mayit meninggalkan beberapa ashobah yang sederajat.
3.      Mendapat seluruh sisa lebih dari ahli waris, apabila si mayit meninggalkan ahli waris yang menurut ketentuan hukum mendapat bagian tertentu.
4.      Mendapat dua bagian yang laki-laki dan yang perempuan mendapat satu bagian apabila di dalamnya ada perempuan yang sederajat.
5.      Apabila harta warisan sudah terbagi habis oleh ahli waris yang telah tertentu bagian, maka ashobah tidak mendapat bagian sama sekali.
Berdasarkan penjabaran di atas, dapat disimpulkan bahwa ahli waris ashabah menerima harta warisan di antara dua, yaitu menerima seluruh harta warisan atau menerima sisa harta setelah dibagikan kepada ahli waris ashabul furudh.  
Dalil Al-Quran yang menyatakan bahwa para ashabah mendapatkan harta waris adalah surah An-nisa’ ayat 176:
نِصْفُ فَلَهَا أُخْتٌ وَلَهُ وَلَدٌ لَهُ لَيْسَ هَلَكَ مْرُؤٌ ا إِنِ  ۚ الْكَلَالَةِ فِي  يُفْتِيكُمْ اللَّهُ قُلِ يَسْتَفْتُونَكَ  ۚ تَرَكَ مِمَّا الثُّلُثَانِ فَلَهُمَا اثْنَتَيْنِ كَانَتَا فَإِن  ۚ  وَلَدٌ لَّهَا يَكُن لَّمْ إِن يَرِثُهَا وَهُوَ ۚ  تَرَكَ مَا وَاللَّهُ ۗتَضِلُّوا أَن لَكُمْ اللَّهُ يُبَيِّنُ ۗ الْأُنثَيَيْنِ حَظِّ مِثْلُ فَلِلذَّكَرِ ا وَنِسَاءً رِّجَالًإِخْوَةً كَانُوا وَإِن                                                                                    عَلِيمٌ شَيْءٍ بِكُلِّ
Artinya:
“Mereka meminta fatwa kepadamu (tentang kalalah). Katakanlah: "Allah memberi fatwa kepadamu tentang kalalah (yaitu): jika seorang meninggal dunia, dan ia tidak mempunyai anak dan mempunyai saudara perempuan, maka bagi saudaranya yang perempuan itu seperdua dari harta yang ditinggalkannya, dan saudaranya yang laki-laki mempusakai (seluruh harta saudara perempuan), jika ia tidak mempunyai anak; tetapi jika saudara perempuan itu dua orang, maka bagi keduanya dua pertiga dari harta yang ditinggalkan oleh yang meninggal. Dan jika mereka (ahli waris itu terdiri dari) saudara-saudara laki dan perempuan, maka bahagian seorang saudara laki-laki sebanyak bahagian dua orang saudara perempuan. Allah menerangkan (hukum ini) kepadamu, supaya kamu tidak sesat. Dan Allah Maha Mengetahui segala sesuatu”.
            Pada surah An-nisa’ ayat 176 di atas tidak disebutkan bagian saudara kandung. Namun, yang disebutkan justru saudara kandung akan menguasai (mendapatkan bagian) seluruh harta peninggalan yang ada bila ternyata pewaris tidak mempunyai keturunan.[2]
B.     Susunan Ahli Waris Ashabah
Ahli waris yang masuk golongan ashabah ada 14 (empat belas) golongan, yaitu:[3]
1.      Anak laki-laki.
2.      Anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) terus ke bawah.
3.      Ayah.
4.      Datuk laki-laki terus ke atas.
5.      Saudara laki-laki kandung.
6.      Saudara laki-laki se-ayah.
7.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung.
8.      Anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah.
9.      Paman kandung.
10.  Paman se-ayah.
11.  Anak laki-laki dari paman laki-laki kandung.
12.  Anak laki-laki dari paman laki-laki se-ayah.
13.  Laki-laki yang memerdekakan.
14.  Perempuan yang memerdekakan.
C.    Pembagian Ahli Waris Ashabah
1.    Ashabah Nasabiyah
            Ashabah nasabiyah adalah ashabah yang disebabkan karena adanya hubungan darah dengan sipewaris. Ashabah nasabiyah terbagi kepada tiga yaitu:
a.       Ashabah bi nafsih
ü  Pengertian
            Ashabah bi nafsih, yaitu orang yang menjadi ashabah disebabkan oleh dirinya sendiri, maksdunya adalah ashabah yang menjadi ashabah disebabkan karena kedudukannya. Ashabah bi nafsih merupakan semua laki-laki yang nasabnya dengan orang yang meninggal tidak diselingi oleh perempuan.[5]
ü  Golongan dan cara pewarisannya
             Ashabah bi nafsih dibagi ke dalam empat golongan, yaitu:
·         Bunuwwah (keanakan) dan disebut dengan juz-ul mayyit, meliputi: anak laki-laki dan anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) dan seterusnya sampai ke bawah.
·         Ubuwwah (keayahan) dan disebut dengan ashlul mayyit, jika tidak didapatkan jihat bunuwwah[6], maka peninggalan berpindah ke jihat ubuwwah[7] yang meliputi ayah dan kakek shahih dan seterusnya sampai ke atas.
·         Ukhuwwah (kesaudaraan) dan disebut dengan juz-‘ubabiih, bila tidak ada jihat ubuwwah, maka peniggalan atau sisanya itu berpindah ke ukhuwwah. Ukhuwwah ini meliputi 1) saudara laki-laki kandung, 2) saudara laki-laki se-ayah, 3) anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, 4)  anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah dan seterusnya sampai ke bawah.
b.      Ashabah bi ghairih
ü Pengertian
Ashabah bi ghairih adalah perempuan yang bagiannya ½ (setengah) dalam keadaan sendirian dan 2/3 (dua pertiga) bila bersama dengan seorang saudara perempuannya atau lebih. Ahli waris perempuan dalam ashabah bi ghairih ini yakni: anak perempuan, cucu perempuan, saudara perempuan kandung dan saudara perempuan se-ayah.[8]
ü  Golongan dan cara mewarisi
Adapun keadaan yang menjadikan ahli waris ashabah bi ghairih apabila:
·         Anak perempuan seorang atau lebih atau bersama-sama menjadi ahli waris (ashabah bi ghairih) dengan seorang anak laki-laki atau lebih.
·         Cucu perempuan dari anak laki-laki bersama-sama menjadi ahli waris (ashabah bi ghairih) dengan cucu laki-laki.
·         Dengan adanya saudara laki-laki kandung maka saudara perempuan kandung menjadi ashabah bi ghairih.
·         Saudara perempuan se-ayah menjadi ashabah bi ghairih karena anak laki-laki se-ayah.
Pembagian antara laki-laki dan perempuan dalam ashabah bi ghairih adalah tetap 2:1 (dua banding satu); 2 (dua) untuk laki-laki dan 1 (satu) untuk perempuan. Meskipun dalam ashabah bi ghairih terdapat persamaan kedudukan  antara ahli waris laki-laki dan ahli perempuan perempuan dalam ashabah (ashabah bi ghairih), namun  dalam hal pembagian, tetpa menggunakan perbandingan 2:1 (dua berbanding satu).
Dasar hukum mengenai pembagian ahli waris laki-laki yang mendapatkan dua bagian dan ahli waris perempuan mendapat satu bagian, sehingga dua berbanding satu, yaitu Surah An-nisa’ ayat 11:
        ۚ الْأُنثَيَيْنِ حَظِّ مِثْلُ لِلذَّكَرِ ۖ أَوْلَادِكُمْ فِي اللَّهُ يُوصِيكُمُ
Artinya:
“Allah mewajibakan kepada kamu tentang anak-anak kamu, bahwa bagian anak laki-laki mendapat dua bagian anak perempuan”. (QS. An-nisa’: 11)
c.       Ashabah ma’a ghairih
ü  Pengertian
Ashabah ma’a ghairih adalah setiap perempuan yang memerlukan perempuan lain untuk menjadi ashabah. Yang menjadi ashabah ma’al ghairih ini adalah saudara perempuan kandung, karena mewaris bersama dengan anak perempuan, cucu perempuan, cicit perempuan dan seterusnya sampai ke bawah.[9]
ü  Golongan dan cara mewaris
Golongan ashabah ma’a ghairih, menurut Dr. A. Hamid Sarong hanya terbagi kepada dua bagian, yaitu:
-          Saudara perempuan kandung atau saudara-saudara perempuan kandung bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
-          Saudara perempuan se-ayah atau saudara-saudara perempuan se-ayah bersama dengan anak perempuan atau anak perempuan dari anak laki-laki.
Namun, menurut Drs. Sudarsono, S.H.,M.Si. ahli waris yang termasuk golongan ashabah ma’a ghairih ada enam, yaitu:
-          Saudara perempuan kandung seorang atau lebih bersama dengan seorang anak perempuan atau lebih.
-          Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan seorang anak perempuan atau lebih.
-          Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan seorang atau beberapa orang cucu perempuan dari anak laki-laki.
-          Saudara perempuan kandung seorang atau lebih bersama seorang anak perempuan dan seorang cucu perempuan.
-          Saudara perempuan se-ayah seorang atau lebih bersama dengan anak perempuan dan cucu perempuan dari anak laki-laki.
ü  Contoh
Seseorang meninggal dunia dan meninggalkan anak perempuan, saudara perempuan dan saudara laki-laki se-ayah, maka pembagiannya adalah sebagai berikut:
Keterangan
Jumlah Bagian
2
Anak Perempuan
½
1
Saudara Perempuan kandung ashabah ma’a ghairih
½
1
Saudara laki-laki se-ayah
Gugur
0

Keterangan:
Bagian anak perempuan adalah ½ (setengah) fardh, dan sisanya merupakan bagian saudara banding perempuan disebabkan ia menjadi ashabah ma’a ghairih, yang kekuatannya seperti saudara laki-laki kandung. Sedangkan saudara laki-laki se-ayah terhalang karena saudara perempuan kandung menjadi ashabah.
2.    Ashabah Nasabiyah
Ashabah nasabiyah adalah ahli waris yang menjadi ashabah dikarenakan adanya suatu sebab, sebab yang dimksud adalah karena ada perbuatan memerdekakan si mayat dari perbudakan (saat ini tidak ada lagi ditemui).[10]

BAB III
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Ø  Ashabah adalah orang-orang yang mendapatkan sisa harta dari peninggalan simayit setelah ashabul furud bagian-bagian yang telah ditentukan bagi mereka dan pembagiannya tidak ditetapkan dalam salah satu dari enam macam pembagian harta warisan yang telah ditetapkan oleh Al-Quran.  Singkatnya, yang dimaksud dengan ashabah adalah keluarga laki-laki yang dekat dari pihak ayah. Dalil mengenai ashabah terdapat dalam surah An-nisa’ ayat 176.
Ø  Ahli waris yang masuk golongan ashabah ada empat belas golongan, yaitu: Anak laki-laki, anak laki-laki dari anak laki-laki (cucu laki-laki) terus ke bawah, ayah, datuk laki-laki terus ke atas, saudara laki-laki kandung, saudara laki-laki se-ayah, anak laki-laki dari saudara laki-laki kandung, anak laki-laki dari saudara laki-laki se-ayah, paman kandung, paman se-ayah, anak laki-laki dari paman laki-laki kandung, anak laki-laki dari paman laki-laki se-ayah, laki-laki yang memerdekakan, perempuan yang memerdekakan.
Ø  Ahli waris ashobah dibagi kedalam dua bagian, yaitu: ashabah nasabiyah dan ashobah sababyiah. Ashabah nasabiyah dibagi ke dalam tiga bagian, yaitu: ashabah bi nafsih, ashabah bi ghairih dan ashabah ma’a ghairih.
B.     Saran
Mungkin hanya inilah yang dapat diwacanakan pada makalah ini, meskipun makalah ini jauh dari sempurna, minimal penulis telah mengimplementasikan tulisan pada makalah ini. Penulis sadari bahwa makalah ini masih banyak kesalahan pada penulisannya, untuk itu penulis sangat membutuhkan saran dari pembaca sebagai motivasi untuk masa depan yang lebih baik daripada masa sebelumnya.
DAFTAR PUSTAKA
Abdul, Hamid Sarong, dkk. Fiqh, Banda Aceh: Bandar Publishing, 2009.
Ibnu, Rusyd. Tarjamah Bidayatu’l-Mujtahid, Semarang: As-Syifa, 1990.
Mohammad, Rifa’i.  Ilmu Fiqh Islam Lengkap, Semarang: Toha Putra, 1978.
             Muhammadi, Ali Ash-shabuni, Hukum waris Dalam Islam, Depok: Palapa Alfa Utama,                                        2013.
             Sudarsono. Pokok-Pokok Hukum Islam, Jakarta: Rineka cipta, 2001.
             Surahwardi K. Lubis, dan Simanjuntak Komis. Hukum Waris Islam, Jakarta: Sinar                                                 Grafika, 2004.


[1] Surahwardi K. Lubis dan Komis simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika, 2004), hal. 96.
[2] Muhammad Ali Ash-Shabuni, Hukum Waris Dalam Islam, (Depok: Palapa Alta Utama, 2013),                   hal. 62.
[3]  Moh. Rifa’I, Ilmu Fiqh Islam Lengkap, (Semarang: Cv Toha Putra, 1978), hal. 518-519.
[4] Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 317.
[5] A. Hamid Sarong, Rukiyah, dkk, Fiqh, (Banda Aceh: Bandar Publishing, 2009), hal. 246.
[6] Jihat Bunuwwah, yakni anak laki-laki dari orang yang meninggal dan keturunannya terus ke bawah, mencakup seluruh laki-laki keturunan anak laki-laki, mulai cucu, cicit dan seterusnya.
[7] Jihat Ubuwwah, atau arah bapak, meliputi ayah, kakek dari ayah dan keturunannya (bila ayah telah tiada), dan seterusnya ke atas asal dipertalikan oleh laki-laki.
[8] Sudarsono, Pokok-Pokok Hukum Islam, (Jakarta: Rineka Cipta, 2001), hal. 326.
[9] Surahwardi K. Lubis dan Komis simanjuntak, Hukum Waris Islam, (Jakarta: Sinar Grafika,          2004), hal. 97.

[10] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar