Minggu, 04 Oktober 2015

Makalah Tafsir Ahkam pembahasan Hukuman Zina



BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar Belakang
Islam menetapkan bentuk-bentuk human untuk tindak kejahatan berdasarkan apa  yang ditetapkan sendiri oleh Allah dalam wahyu-Nya dan penjelasan yang diberikan Nabi dalam haditsnya. Oleh karena itu, apapun bentuk sanksi hukuman yang ditetapkan Allah atas suatu kejahatan berdasarkan keadilan Illahi yang bersifat universal. Maka dari itu, umat Islam mempunyai kewajiban untuk memahami, mematuhi dan menjalankannya.
Pada pembahasan ini, penulis hanya membahaas mengenai hukum perzinaan yang telah diatur dalam firman Allah Qur’an surah. An-nur ayat 1 sampai 3. Surat An-nur merupakan surat madaniyah. Disamping itu surat An-nur juga mengatur tentang berbagai macam hukuman yang dapat dijatuhi terhadap pelaku perzinaan. Seperti : dirajam, dicambuk, dan diasingkan keluar kampung. Dalam hal ini hukuman bagi pelaku zina tergantung pada pelakunya sendiri.
Islam menempatkan persoalan zina sebagai masalah sosial yang kejahatannya merusak tatanan sosial. Pelakunya dinyatakan melakukan kejahatan terhadap umum atau public, sehingga merupakan perbuatan yang dapat dihukum. Allah membuat aturan terhadap hambanya tentu dengan kemaslahatan yang cukup besar, apabila dikaitkan dengan bahaya zina terhadap pelakunya, maka sangat banyak akibat negatif yang ditimbulkan oleh zina, namun tidak ada satupun dampak positifnya.



B.     Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang akan dibahas mencakup:
1.      Bagaimana kandungan hukum dalam Qur’an Surah An-nur ayat 1sampai 3 ?
2.      Apa jenis hukuman bagi pelaku zina terhadap orang yang sudah dan belum menikah ?
3.      Apa hikmah menikah bagi orang yang berzina ?
4.      Apa hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina ?

C.    Tujuan Penulisan
Adapun tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.      Untuk mengetahui makna dan penjelasan yang terkandung dalam Qur’an Surah An-nur 1 sampai 3.
2.      Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku zina yang telah menikah dan belum menikah.
3.      Untuk mengetahui hukmah menikah bagi orang yang berzina.
4.      Untuk mengetahui hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina.






BAB II
PEMBAHASAN
A.    Makna dan Penjelasan Qur’an Surat An-nur 1 sampai 3

(1) تَذَكَّرُونَ لَّعَلَّكُمْ بَيِّنَاتٍ يَاتٍ آفِيهَا وَأَنزَلْنَا وَفَرَضْنَاهَا أَنزَلْنَاهَا سُورَةٌ
Artinya:
“ (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”.

Ini adalah --- وَفَرَضْنَاهَا أَنزَلْنَاهَا سُورَةٌ (satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan) dapat dibaca secara Takhfif, yaitu Faradhnâhâ, dapat pula dibaca secara Musyaddad, yaitu Farradhnâhâ. Dikatakan demikian karena banyaknya fardhu-fardhu atau kewajiban-kewajiban yang terkandung di dalamnya --- بَيِّنَاتٍ يَاتٍ آفِيهَا وَأَنزَلْنَا (dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas) yakni jelas dan gamblang maksud-maksudnya --- تَذَكَّرُونَ لَّعَلَّكُمْ (agar kamu selalu mengingatinya) asal kata Tadzakkarûna ialah Tatadzakkarûna, kemudian huruf Ta yang kedua diidghamkan kepada huruf Dzal, sehingga jadilah Tadzakkarûna, artinya mengambil pelajaran dari padanya.[1]

(2 )  رَأْفَةٌ  بِهِمَا تَأْخُذْكُم وَلَا ۖ جَلْدَةٍ مِائَةَ مِّنْهُمَا وَاحِدٍ كُلَّ فَاجْلِدُوا وَالزَّانِي الزَّانِيَة          طَائِفَةٌ عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن اللَّهِ دِينِ فِي                         .الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari   keduanya seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu beriman kepada Allah, dan hari            akhirat, dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari          orang-orang yang beriman”.

وَالزَّانِي الزَّانِيَة (Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina) kedua-duanya bukan muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin. Hadd bagi pelaku zina muhshan adalah dirajam, menurut keterangan dari Sunnah. Huruf Al yang memasuki kedua lafadz ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan mubtada di sini mirip dengan Syarath, maka Khabarnya huruf Fa, sebagaimana yang disebutkan dalam ayat berikutnya ---  جَلْدَةٍ مِائَةَ مِّنْهُمَا وَاحِدٍ كُلَّ فَاجْلِدُوا (maka deralah tiap-tiap seorang dari  keduanya seratus kali dera) yakni sebanyak seratus kali pukulan. Jika dikatakan  Jaladahu artinya ia memukul kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah mendera. Kemudian ditambahkan hukuman pelaku zina yang bukan muhshan ini menurut keterangan dari Sunnah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama satu tahun penuh. Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari hukuman orang yang merdeka tadi ---  بِهِمَا تَأْخُذْكُم وَلَا
اللَّهِ دِينِ فِي رَأْفَةٌ (dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk  menjalankan agama Allah) yakni hukum-Nya, seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari had yang harus diterima keduanya --- ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن (jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat) yaitu hari berbangkit. Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan pengertian yang terkandung sebelum syarat. Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu kalimat “Dan janganlah belas kaihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian untuk menjalankan hukum Allah”, merupakan jawab dari syarat, atau menunjukkan pengertian Jawab Syarat --- عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ  (dan hendaklah hukuman mereka disaksikan) dalam pelaksanaan hukum deranya --- الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ طَائِفَةٌ (oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman) menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja; sedangkan menurut pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan para saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.[2]

(3). ۚ مُشْرِكٌ وْ أَ زَانٍ إِلَّا يَنكِحُهَا لَا وَالزَّانِيَةُ مُشْرِكَةً وْأَ زَانِيَةً إِلَّا يَنكِحُ لَا الزَّانِي                                                                   .الْمُؤْمِنِينَ عَلَى ذَٰلِكَ وَحُرِّمَ                        
            Artinya:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min”.

يَنْكِحُ لَا الزَّانِي  (Laki-laki yang berzina tidak mengawini) ---  وَالزَّانِيَةُ مُشْرِكَةً أَوْ زَانِيَةً إِلَّا            مُشْرِكٌ أَوْ زَانٍ إِلَّا يَنْكِحُهَا لَا  (melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik) pasangan yang cocok buat masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan tadi --- ذَٰلِكَ حُرِّمَ وَ (dan yang demikian itu diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang berzina --- الْمُؤْمِنِينَ عَلَى  (atas orang-orang yang mu'min) yang terpilih).[3]
            Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari kalangan sahabat Muhajirin berniat untuk mengawini para pelacur orang-orang musyrik, karena mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang miskin menyayangkan kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah mereka. Karena itu dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi sahabat Muhajirin yang miskin tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan pengharaman ini bersifat umum dan menyeluruh.[4]

B.     Hukuman Bagi Pelaku Zina Terhadap Orang yang Sudah Menikah dan Belum Menikah
Ancaman hukuman bagi pelaku zina dapat dibedakan menjadi dua yaitu: seseorang yang muhshan (orang yang pernah menikah) dan ghairu muhshan (orang yang belum menikah). Terhadap pezina muhshan ancaman hukumannya adalah rajam yaitu dilempar dengan batu dalam ukuran sedang sampai mati, sedangkan terhadap yang ghairu muhshan ancamannya adalah dera 100 kali dan dibuang selama satu tahun.[5]
Hukuman dera 100 kali bagi pelaku zina yang bersifat ghairu muhshan merupakan firman Allah dalam surat An-nur ayat 2 sebagaimana yang telah dijabarkan di atas pada topik pembahasan tentang makna dan penjelasan Qur’an surat An-nur ayat 1 sampai 3. Adapun ancaman atau sanksi hukuman terhadap pelaku zina yang muhshan dalah rajam sampai mati. Ketentuan tentang hukuman rajam itu tidak merujuk kepada firman Allah tetapi berdasarkan kepada hadits Nabi.

C.    Hikmah Menikah Bagi Orang yang Berzina
Pada surat An-nur ayat 3 dijelaskan bahwa laki-laki pelaku zina tidak pantas menikah dengan seorang wanita yang menjaga kehormatannya dan wanita yang mulia, ia hanya pantas menikah dengan orang seperti dirinya, atau lebih jelek dari dirinya, seperti wanita nakal dan pelaku dosa, atau wanita musyrik penyembah berhala (sebagai pelajaran atas keburukan akhlak da perilakunya).[6]
Selanjutnya dijelaskan bahwa, wanita yang berzina yang berzina tidak pantas menikah dengan seorang laki-laki beriman yang menjaga kehormatannya, wanita seperti itu hanya pantas dinikahi oleh lelaki seperti dirinya atau lebih hina dari dirinya. seperti oleh laki-laki yang juga pelaku zina atau laki-laki musyrik yang kafir. Karena, jiwa-jiwa yang suci enggan untuk menikah dengan para pelaku dosa yang fasik.[7]
Imam Fakhrurrazi berpendapat bahwa sesungguhnya lelaki yang fasik dan kotor yang kerjanya hanya berzina dan berbuat fasik itu tidak ingin menikahi para wanita yag shalihah, ia hanya menginginkan wanita fasik yang kotor seperti dirinya atau wanita musyrik. Sedangkan bagi wanita fasik dan kotor itu, para lelaki yang shalih tidak ingin menikah dengan mereka. Para lelaki yang shalih itu lari dari mereka, yang menginginkan mereka hanya orang-orang yang berasal dari jenis mereka, yaitu orang-orang fasik dan musyrik. Ini terjadi pada umumya, sebagaimana dikatakan bahwa yang berbuat baik itu hanyalah seseorang yang bertaqwa walaupun terkadang orang yang tidak bertaqwa juga melakukan kebaikan, demikian juga dengan hal ini.[8]
D.    Hikmah Cambuk Bagi Pelaku Zina
Allah SWT berfirman, ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن maksudnya adalah kerjakanlah hal itu dan jalankanlah hukuman kepada siapa pun yang berzina. Hukumlah yang keras dengan hukuman itu tanpa menyakiti agar dia dan orang yang berbuat semacamnya jera.[9]
Perintah menjalankan hukuman di hadapan orang banyak terdapat dalam firman Allah,   الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ طَائِفَةٌ عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ ayat tersebut menjelaskan bahwa hal itu merupakan suatu hukuman bagi dua orang yang berzina. Jika mereka didera dihadapan orang banyak, hukuman tersebut lebih berpengaruh dan manjur sebagai suatu peringatan untuk membuat mereka jera. Karena sesungguhnya, dengan pelaksanaan hukuman seperti itu terdapat sebuah teguran keras, celaan dan terbukanya suatu kesalahan jika manusia dating menyaksikannya.[10]


[1] Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006), hlm. 1450.
[2] Ibid., hal. 1450-1451.
[3] Ibid., hal. 1451-1452.
[4] Ibid.
[5] Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh, (Jakarta:  Kencana, 2010), hlm. 280.
[6] Syaikh Yasir Ja’far, Kemaksiatan Penghancur Rumah Tangga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2008), hlm.     20.
[7] Ibid., hlm 21.
[8] Ibid., hlm 21-22.
[9] Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Tafsir Ibnu Katsir, (Bandung: Sygma Creative Media Crop, 2012), hal. 552.
[10] Ibid.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar