BAB I
PENDAHULUAN
A. Latar Belakang
Islam menetapkan bentuk-bentuk human untuk tindak
kejahatan berdasarkan apa yang
ditetapkan sendiri oleh Allah dalam wahyu-Nya dan penjelasan yang diberikan
Nabi dalam haditsnya. Oleh karena itu, apapun bentuk sanksi hukuman yang
ditetapkan Allah atas suatu kejahatan berdasarkan keadilan Illahi yang bersifat universal.
Maka dari itu, umat Islam mempunyai kewajiban untuk memahami, mematuhi dan
menjalankannya.
Pada pembahasan ini, penulis hanya membahaas
mengenai hukum perzinaan yang telah diatur dalam firman Allah Qur’an surah.
An-nur ayat 1 sampai 3. Surat An-nur merupakan surat madaniyah. Disamping itu surat An-nur juga mengatur tentang
berbagai macam hukuman yang dapat dijatuhi terhadap pelaku perzinaan. Seperti :
dirajam, dicambuk, dan diasingkan keluar kampung. Dalam hal ini hukuman bagi
pelaku zina tergantung pada pelakunya sendiri.
Islam menempatkan persoalan zina sebagai masalah sosial
yang kejahatannya merusak tatanan sosial. Pelakunya dinyatakan melakukan kejahatan
terhadap umum atau public, sehingga merupakan perbuatan yang dapat dihukum.
Allah membuat aturan terhadap hambanya tentu dengan kemaslahatan yang cukup
besar, apabila dikaitkan dengan bahaya zina terhadap pelakunya, maka sangat
banyak akibat negatif yang ditimbulkan oleh zina, namun tidak ada satupun
dampak positifnya.
B.
Rumusan Masalah
Berdasarkan latar belakang di atas permasalahan yang
akan dibahas mencakup:
1. Bagaimana
kandungan hukum dalam Qur’an Surah An-nur ayat 1sampai 3 ?
2. Apa
jenis hukuman bagi pelaku zina terhadap orang yang sudah dan belum menikah ?
3. Apa
hikmah menikah bagi orang yang berzina ?
4. Apa
hikmah hukuman cambuk terhadap pelaku zina ?
C.
Tujuan
Penulisan
Adapun
tujuan penulisan makalah ini adalah:
1.
Untuk mengetahui makna dan penjelasan
yang terkandung dalam Qur’an Surah An-nur 1 sampai 3.
2.
Untuk mengetahui hukuman bagi pelaku
zina yang telah menikah dan belum menikah.
3.
Untuk mengetahui hukmah menikah bagi
orang yang berzina.
4.
Untuk mengetahui hikmah hukuman cambuk
terhadap pelaku zina.
BAB II
PEMBAHASAN
A.
Makna dan Penjelasan Qur’an Surat An-nur 1 sampai 3
(1) تَذَكَّرُونَ لَّعَلَّكُمْ بَيِّنَاتٍ يَاتٍ آفِيهَا وَأَنزَلْنَا وَفَرَضْنَاهَا أَنزَلْنَاهَا سُورَةٌ
Artinya:
“ (ini adalah) satu surat yang Kami turunkan dan Kami
wajibkan (menjalankan hukum-hukum yang ada di dalam) nya, dan Kami turunkan di
dalamnya ayat-ayat yang jelas, agar kamu selalu mengingatinya”.
Ini
adalah --- وَفَرَضْنَاهَا أَنزَلْنَاهَا
سُورَةٌ (satu surat yang Kami turunkan dan Kami wajibkan) dapat dibaca
secara Takhfif, yaitu Faradhnâhâ, dapat pula dibaca secara Musyaddad, yaitu Farradhnâhâ. Dikatakan demikian karena banyaknya fardhu-fardhu atau kewajiban-kewajiban
yang terkandung di dalamnya --- بَيِّنَاتٍ
يَاتٍ آفِيهَا وَأَنزَلْنَا (dan Kami turunkan di dalamnya ayat-ayat yang jelas) yakni
jelas dan gamblang maksud-maksudnya --- تَذَكَّرُونَ
لَّعَلَّكُمْ (agar kamu selalu
mengingatinya) asal kata Tadzakkarûna
ialah Tatadzakkarûna, kemudian huruf Ta yang kedua diidghamkan kepada huruf Dzal,
sehingga jadilah Tadzakkarûna,
artinya mengambil pelajaran dari padanya.[1]
(2 ) رَأْفَةٌ بِهِمَا تَأْخُذْكُم وَلَا ۖ جَلْدَةٍ مِائَةَ مِّنْهُمَا وَاحِدٍ كُلَّ فَاجْلِدُوا وَالزَّانِي الزَّانِيَة طَائِفَةٌ عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن اللَّهِ دِينِ فِي .الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ
(2 ) رَأْفَةٌ بِهِمَا تَأْخُذْكُم وَلَا ۖ جَلْدَةٍ مِائَةَ مِّنْهُمَا وَاحِدٍ كُلَّ فَاجْلِدُوا وَالزَّانِي الزَّانِيَة طَائِفَةٌ عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ إِن اللَّهِ دِينِ فِي .الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ
Artinya:
“Perempuan yang berzina dan
laki-laki yang berzina, maka deralah tiap-tiap seorang dari keduanya
seratus kali dera, dan janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk (menjalankan) agama Allah, jika kamu
beriman kepada Allah, dan hari akhirat,
dan hendaklah (pelaksanaan) hukuman mereka disaksikan oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman”.
وَالزَّانِي
الزَّانِيَة
(Perempuan yang berzina dan laki-laki yang berzina) kedua-duanya
bukan muhshan atau orang yang terpelihara dari berzina disebabkan telah kawin.
Hadd bagi pelaku zina muhshan adalah dirajam, menurut keterangan dari Sunnah.
Huruf Al yang memasuki kedua lafadz ini adalah Al Maushulah sekaligus sebagai Mubtada, mengingat kedudukan mubtada
di sini mirip dengan Syarath, maka Khabarnya huruf Fa, sebagaimana yang
disebutkan dalam ayat berikutnya --- جَلْدَةٍ مِائَةَ مِّنْهُمَا وَاحِدٍ كُلَّ
فَاجْلِدُوا (maka deralah tiap-tiap seorang
dari keduanya seratus kali dera) yakni
sebanyak seratus kali pukulan. Jika dikatakan
Jaladahu artinya ia memukul
kulit seseorang; makna yang dimaksud adalah mendera. Kemudian ditambahkan
hukuman pelaku zina yang bukan muhshan
ini menurut keterangan dari Sunnah, yaitu harus diasingkan atau dibuang selama
satu tahun penuh. Bagi hamba sahaya hanya dikenakan hukuman separuh dari
hukuman orang yang merdeka tadi --- بِهِمَا تَأْخُذْكُم وَلَا
اللَّهِ
دِينِ فِي رَأْفَةٌ (dan
janganlah belas kasihan kepada keduanya mencegah kamu untuk menjalankan agama Allah) yakni hukum-Nya,
seumpamanya kalian melalaikan sesuatu dari had yang harus diterima keduanya ---
ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ
إِن (jika kamu beriman kepada Allah, dan hari akhirat) yaitu
hari berbangkit. Dalam ungkapan ayat ini terkandung anjuran untuk melakukan
pengertian yang terkandung sebelum syarat. Ungkapan sebelum syarat tadi, yaitu
kalimat “Dan janganlah belas kaihan kalian kepada keduanya, mencegah kalian
untuk menjalankan hukum Allah”, merupakan jawab dari syarat, atau menunjukkan
pengertian Jawab Syarat --- عَذَابَهُمَا
وَلْيَشْهَدْ (dan hendaklah hukuman mereka
disaksikan) dalam pelaksanaan hukum deranya --- الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ طَائِفَةٌ (oleh sekumpulan dari orang-orang yang beriman)
menurut suatu pendapat para saksi itu cukup tiga orang saja; sedangkan menurut
pendapat yang lain, bahwa saksi-saksi itu jumlahnya harus sama dengan para
saksi perbuatan zina, yaitu sebanyak empat orang saksi laki-laki.[2]
(3). ۚ مُشْرِكٌ وْ أَ زَانٍ إِلَّا يَنكِحُهَا لَا وَالزَّانِيَةُ مُشْرِكَةً وْأَ زَانِيَةً إِلَّا يَنكِحُ لَا الزَّانِي .الْمُؤْمِنِينَ عَلَى ذَٰلِكَ وَحُرِّمَ
Artinya:
“Laki-laki yang berzina tidak mengawini melainkan perempuan
yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina tidak
dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik, dan yang
demikian itu diharamkan atas orang-orang yang mu'min”.
يَنْكِحُ لَا الزَّانِي (Laki-laki
yang berzina tidak mengawini)
---
وَالزَّانِيَةُ
مُشْرِكَةً أَوْ زَانِيَةً إِلَّا مُشْرِكٌ أَوْ زَانٍ إِلَّا يَنْكِحُهَا لَا (melainkan
perempuan yang berzina, atau perempuan yang musyrik; dan perempuan yang berzina
tidak dikawini melainkan oleh laki-laki yang berzina atau laki-laki musyrik) pasangan yang cocok buat
masing-masingnya sebagaimana yang telah disebutkan tadi --- ذَٰلِكَ
حُرِّمَ وَ (dan yang demikian itu
diharamkan) menikahi perempuan-perempuan yang berzina --- الْمُؤْمِنِينَ
عَلَى (atas
orang-orang yang mu'min) yang terpilih).[3]
Ayat ini diturunkan tatkala orang-orang miskin dari
kalangan sahabat Muhajirin berniat untuk mengawini para pelacur orang-orang
musyrik, karena mereka orang kaya-kaya. Kaum Muhajirin yang miskin menyayangkan
kekayaan yang dimilikinya itu akan dapat menanggung nafkah mereka. Karena itu
dikatakan, bahwa pengharaman ini khusus bagi sahabat Muhajirin yang miskin
tadi. Tetapi menurut pendapat yang lain mengatakan pengharaman ini bersifat
umum dan menyeluruh.[4]
B.
Hukuman
Bagi Pelaku Zina Terhadap Orang yang Sudah Menikah dan Belum Menikah
Ancaman
hukuman bagi pelaku zina dapat dibedakan menjadi dua yaitu: seseorang yang muhshan (orang yang pernah menikah) dan
ghairu muhshan (orang yang belum menikah). Terhadap pezina muhshan ancaman hukumannya adalah rajam yaitu dilempar dengan batu
dalam ukuran sedang sampai mati, sedangkan terhadap yang ghairu muhshan ancamannya adalah dera 100 kali dan dibuang selama
satu tahun.[5]
Hukuman
dera 100 kali bagi pelaku zina yang bersifat ghairu muhshan merupakan firman Allah dalam surat An-nur ayat 2
sebagaimana yang telah dijabarkan di atas pada topik pembahasan tentang makna
dan penjelasan Qur’an surat An-nur ayat 1 sampai 3. Adapun ancaman atau sanksi
hukuman terhadap pelaku zina yang muhshan
dalah rajam sampai mati. Ketentuan tentang hukuman rajam itu tidak merujuk
kepada firman Allah tetapi berdasarkan kepada hadits Nabi.
C.
Hikmah
Menikah Bagi Orang yang Berzina
Pada
surat An-nur ayat 3 dijelaskan bahwa laki-laki pelaku zina tidak pantas menikah
dengan seorang wanita yang menjaga kehormatannya dan wanita yang mulia, ia
hanya pantas menikah dengan orang seperti dirinya, atau lebih jelek dari
dirinya, seperti wanita nakal dan pelaku dosa, atau wanita musyrik penyembah
berhala (sebagai pelajaran atas keburukan akhlak da perilakunya).[6]
Selanjutnya
dijelaskan bahwa, wanita yang berzina yang berzina tidak pantas menikah dengan
seorang laki-laki beriman yang menjaga kehormatannya, wanita seperti itu hanya
pantas dinikahi oleh lelaki seperti dirinya atau lebih hina dari dirinya.
seperti oleh laki-laki yang juga pelaku zina atau laki-laki musyrik yang kafir.
Karena, jiwa-jiwa yang suci enggan untuk menikah dengan para pelaku dosa yang
fasik.[7]
Imam
Fakhrurrazi berpendapat bahwa sesungguhnya lelaki yang fasik dan kotor yang
kerjanya hanya berzina dan berbuat fasik itu tidak ingin menikahi para wanita
yag shalihah, ia hanya menginginkan
wanita fasik yang kotor seperti dirinya atau wanita musyrik. Sedangkan bagi
wanita fasik dan kotor itu, para lelaki yang shalih tidak ingin menikah dengan mereka. Para lelaki yang shalih itu lari dari mereka, yang
menginginkan mereka hanya orang-orang yang berasal dari jenis mereka, yaitu
orang-orang fasik dan musyrik. Ini terjadi pada umumya, sebagaimana dikatakan
bahwa yang berbuat baik itu hanyalah seseorang yang bertaqwa walaupun terkadang
orang yang tidak bertaqwa juga melakukan kebaikan, demikian juga dengan hal
ini.[8]
D.
Hikmah
Cambuk Bagi Pelaku Zina
Allah
SWT berfirman, ۖالْآخِرِ الْيَوْمِ وَ بِاللَّهِ تُؤْمِنُونَ كُنتُمْ
إِن maksudnya
adalah kerjakanlah hal itu dan jalankanlah hukuman kepada siapa pun yang
berzina. Hukumlah yang keras dengan hukuman itu tanpa menyakiti agar dia dan
orang yang berbuat semacamnya jera.[9]
Perintah menjalankan hukuman di hadapan orang banyak terdapat
dalam firman Allah, الْمُؤْمِنِينَ مِّنَ طَائِفَةٌ عَذَابَهُمَا وَلْيَشْهَدْ ayat
tersebut menjelaskan bahwa hal itu merupakan suatu hukuman bagi dua orang yang
berzina. Jika mereka didera dihadapan orang banyak, hukuman tersebut lebih
berpengaruh dan manjur sebagai suatu peringatan untuk membuat mereka jera.
Karena sesungguhnya, dengan pelaksanaan hukuman seperti itu terdapat sebuah
teguran keras, celaan dan terbukanya suatu kesalahan jika manusia dating
menyaksikannya.[10]
[1]
Imam Jalaluddin Al-Mahalli, Tafsir
Jalalain, (Bandung: Sinar Baru Al Gesindo, 2006), hlm. 1450.
[2]
Ibid., hal. 1450-1451.
[3]
Ibid., hal. 1451-1452.
[4]
Ibid.
[5]
Amir Syarifuddin, Garis-Garis Besar Fiqh,
(Jakarta: Kencana, 2010), hlm. 280.
[6]
Syaikh Yasir Ja’far, Kemaksiatan
Penghancur Rumah Tangga, (Jakarta Timur: Pustaka Al-Kautsar, 2008),
hlm. 20.
[7]
Ibid., hlm 21.
[8]
Ibid., hlm 21-22.
[9]
Syaikh Shafiyurrahman Al Mubarakfury, Tafsir
Ibnu Katsir, (Bandung: Sygma Creative Media Crop, 2012), hal. 552.
[10]
Ibid.